Kata “Bagus-Bagus” Itu Berarti Negasi Alias Menolak

Suatu saat salah seorang rekan saya melanjutkan pendidikannya di S2. Akhirnya, saya pun sempat menggantikannya sebagai Kepala Laboratorium Perangkat Keras sebelum masa jabatannya berakhir. Selama saya menjabat, yang saya perhatikan tuh, sebenernya bukan karena laboratorium itu kesulitan berkembang. Namun lantaran secara manajemen, terlebih lagi manajemen karakter dari para asistennya tuh, agak2 sulit. Mungkin tipikal orang riset emang kayak gtu kali ya, lebih senang berinteraksi dengan benda mati ketimbang benda hidup, jadinya sulit sekali memanajemen.. terutama memanajemen terkait dengan knowledge ato pengetahuan yang dimiliki masing2 asisten. Sebenernya saya yakin yang namanya dana pengembangan lab tuh ada. Cuma.. ini cuma na. Biasanya dananya tuh lama banget turunnya. Ato cuma kebetulan kali ya. Cuma kebetulannya sering banget gicu loh. Sewaktu ada program baru yang dinamakan program PDI alias “penelitian dana internal”, saya menganggap ini sebagai kesempatan untuk membiayai sebagian keperluan lab. Yang saya inginkan saat itu adalah biaya training untuk para asisten. Namun bukan training terkait skill. Melainkan, training menyangkut personalitas terutama dalam hal “bekerjasama”. Itulah sebabnya model training yang saya pilih adalah outbound. Saya mengajak sekitar 3 orang saat itu dalam tim saya, sebagai anggota. Saya pun sudah menjelaskan mengenai “duduk perkara” sehingga diharapkan dengan penjelasan saya, mereka maklum bila kebagian “jatah” yang tidak sebesar yang seharusnya. Karena sebagiannya lagi rencananya akan saya gunakan untuk membiayai pelatihan outbound tersebut. Kebetulan juga saya sudah merencanakan event organiser mana yang akan jadi penyelenggara sehingga masalah pembiayaan pelatihan outbound itu bisa ditekan seminimal mungkin. Setelah saya menganggap semua oke. Tibalah saatnya mengadakan laporan antara untuk program PDI tersebut. Pada saat membuat laporan antara, saya merasa terjadi “insiden besar” menurut saya. Kenapa insiden besar? Karena saya merasa dikhianati.. oleh rekan saya sendiri (rekan seperjuangan gicu loh, jadi inget saat saya di organisasi impian jadinya). Tatkala saya menjelaskan mengenai “duduk perkara” sebelumnya, saya merasa rekan saya setuju dengan mengatakan “bagus-bagus”. Saya kira penjelasan saya sudah bisa ditangkap dengan baik. Namun.. ternyata, saat ada kewajiban menandatangani laporan antara, ia tidak mau menandatangani berita acara untuk laporan antara tersebut lantaran.. “jatah”-nya ia rasakan kurang. Akibatnya saya tuh kalo boleh dibilang “kerepotan luar biasa”. Belon lagi ada hacker o’on yang membuat imel saya yang berisi perdebatan antara saya dengan rekan saya tersebut.. bocor di milis sehingga tersebarlah go-sip yang bukan2 mengenai diri saya. Keren kan pemirsa? Untung saya punya rencana kedua meski tatkala menjalankannya saya tuh mesti kerepotan luar biasa. Tapi yang penting.. sekarang saya bisa tau setidaknya, ada orang yang tatkala ia berbicara, saya benar2 harus ekstra hati2 dalam mendefinisikannya. “Bagus-bagus” itu belumlah berarti menyetujui. Malah bisa jadi itu berarti penolakan. Sebenarnya ini akan “tidak bermasalah” manakala rekan saya mengatakan saja dengan kata “enggak”. Tokh insya Alloh saya juga tidak akan sakit hati. Dan tentunya kasus yang membuat saya sempat “kerepotan luar biasa” itu tak perlu terjadi. Ato mungkin yang begitu kali yang bener ya pemirsa. Saking pinternya sampe omongannya sendiri gak bisa dipegang. Dan lebih kerennya lagi adalah.. ama rekan sendiri diarahkannya.

NB: Bila orang bisa ”nyelekit”, bolehlah saya untuk ”menjelaskan”. (Bahkan meski orang melulu ”nyelekit”). Bila orang bisa ”merepotkan” saya, bolehlah saya untuk ”menjelaskan”. (Bahkan meski orang melulu ”merepotkan”). Saya rasa ini cukup adil. Bahkan sangat wajar sekali bila saya menempatkan diri pada posisi.. ”menjelaskan”

Tags: , , , , ,

Leave a Reply


5 − = two