Posts Tagged ‘Outbound’

Kata “Bagus-Bagus” Itu Berarti Negasi Alias Menolak

Wednesday, August 5th, 2009

Suatu saat salah seorang rekan saya melanjutkan pendidikannya di S2. Akhirnya, saya pun sempat menggantikannya sebagai Kepala Laboratorium Perangkat Keras sebelum masa jabatannya berakhir. Selama saya menjabat, yang saya perhatikan tuh, sebenernya bukan karena laboratorium itu kesulitan berkembang. Namun lantaran secara manajemen, terlebih lagi manajemen karakter dari para asistennya tuh, agak2 sulit. Mungkin tipikal orang riset emang kayak gtu kali ya, lebih senang berinteraksi dengan benda mati ketimbang benda hidup, jadinya sulit sekali memanajemen.. terutama memanajemen terkait dengan knowledge ato pengetahuan yang dimiliki masing2 asisten. Sebenernya saya yakin yang namanya dana pengembangan lab tuh ada. Cuma.. ini cuma na. Biasanya dananya tuh lama banget turunnya. Ato cuma kebetulan kali ya. Cuma kebetulannya sering banget gicu loh. Sewaktu ada program baru yang dinamakan program PDI alias “penelitian dana internal”, saya menganggap ini sebagai kesempatan untuk membiayai sebagian keperluan lab. Yang saya inginkan saat itu adalah biaya training untuk para asisten. Namun bukan training terkait skill. Melainkan, training menyangkut personalitas terutama dalam hal “bekerjasama”. Itulah sebabnya model training yang saya pilih adalah outbound. Saya mengajak sekitar 3 orang saat itu dalam tim saya, sebagai anggota. Saya pun sudah menjelaskan mengenai “duduk perkara” sehingga diharapkan dengan penjelasan saya, mereka maklum bila kebagian “jatah” yang tidak sebesar yang seharusnya. Karena sebagiannya lagi rencananya akan saya gunakan untuk membiayai pelatihan outbound tersebut. Kebetulan juga saya sudah merencanakan event organiser mana yang akan jadi penyelenggara sehingga masalah pembiayaan pelatihan outbound itu bisa ditekan seminimal mungkin. Setelah saya menganggap semua oke. Tibalah saatnya mengadakan laporan antara untuk program PDI tersebut. Pada saat membuat laporan antara, saya merasa terjadi “insiden besar” menurut saya. Kenapa insiden besar? Karena saya merasa dikhianati.. oleh rekan saya sendiri (rekan seperjuangan gicu loh, jadi inget saat saya di organisasi impian jadinya). Tatkala saya menjelaskan mengenai “duduk perkara” sebelumnya, saya merasa rekan saya setuju dengan mengatakan “bagus-bagus”. Saya kira penjelasan saya sudah bisa ditangkap dengan baik. Namun.. ternyata, saat ada kewajiban menandatangani laporan antara, ia tidak mau menandatangani berita acara untuk laporan antara tersebut lantaran.. “jatah”-nya ia rasakan kurang. Akibatnya saya tuh kalo boleh dibilang “kerepotan luar biasa”. Belon lagi ada hacker o’on yang membuat imel saya yang berisi perdebatan antara saya dengan rekan saya tersebut.. bocor di milis sehingga tersebarlah go-sip yang bukan2 mengenai diri saya. Keren kan pemirsa? Untung saya punya rencana kedua meski tatkala menjalankannya saya tuh mesti kerepotan luar biasa. Tapi yang penting.. sekarang saya bisa tau setidaknya, ada orang yang tatkala ia berbicara, saya benar2 harus ekstra hati2 dalam mendefinisikannya. “Bagus-bagus” itu belumlah berarti menyetujui. Malah bisa jadi itu berarti penolakan. Sebenarnya ini akan “tidak bermasalah” manakala rekan saya mengatakan saja dengan kata “enggak”. Tokh insya Alloh saya juga tidak akan sakit hati. Dan tentunya kasus yang membuat saya sempat “kerepotan luar biasa” itu tak perlu terjadi. Ato mungkin yang begitu kali yang bener ya pemirsa. Saking pinternya sampe omongannya sendiri gak bisa dipegang. Dan lebih kerennya lagi adalah.. ama rekan sendiri diarahkannya.

NB: Bila orang bisa ”nyelekit”, bolehlah saya untuk ”menjelaskan”. (Bahkan meski orang melulu ”nyelekit”). Bila orang bisa ”merepotkan” saya, bolehlah saya untuk ”menjelaskan”. (Bahkan meski orang melulu ”merepotkan”). Saya rasa ini cukup adil. Bahkan sangat wajar sekali bila saya menempatkan diri pada posisi.. ”menjelaskan”

Tentang Outbond

Tuesday, August 4th, 2009

Pernah gak nemuin kasus seperti ini. Suatu tim terdiri dari orang yang tergolong agresif alias extrovet.. sedangkan lainnya.. pendiem alias introvet. Ato yang lainnya lagi.. pernah nemuin gak suatu keluarga yang istrinya udah cerewet, keras kepala, gak mau ngalah.. sedangkan yang jadi suaminya memiliki sifat yang merupakan kebalikannya. Sebenernya kalo dari para anggota dalam komunitas tersebut tidak menganggap ada masalah dari bentuk hubungan seperti itu.. bahkan hasilnya malahan menghasilkan tingkat produktifitas yang tinggi.. maka itu berarti telah terjadi “kecocokan” di antara para anggota tim tersebut. Lebih jauh lagi, masing2 karakter yang berada di dalam tim tersebut diharapkan tidak mengubah karakter yang sudah ada, sebab.. “mapping” na sudah ter-plot dengan komposisi yang dapat dikatakan.. “pas”. Nah.. untuk menemukan “kecocokan” tersebut, tidak semua orang dapat melakukannya dengan “cepat”. Akibatnya perlu banyak pengorbanan baik dari sisi materi maupun waktu untuk menemukan “kecocokan” yang diharapkan. Tentunya akan baik sekali bila kita bisa menemukan “kecocokan” tersebut dengan efektif dan efesien. Salah satu tool ato “perangkat” yang bisa kita gunakan adalah outbound. Dengan outbound ini diharapkan.. selama proses berlangsung.. dapat men-”simulasi”-kan masing2 karakter dari para anggotanya dengan berbagai bentuk model permainan yang mana bentuk2 tersebut sesungguhnya adalah representasi bentuk2 “simulasi kerjasama suatu tim”. Entah mengapa saya sering merasa terkadang orang salah kaprah mengenai bagaimana melaksanakan outbound ini walau.. tidak sepenuhnya salah. Kebanyakan orang melakukannya dalam rangka senang2 ato sebagai hiburan saja. It is okay bila tujuannya senang2 namun kekuatiran saya pada apa yang akan terjadi, pada akhirnya tidak menghasilkan hasil “mapping” yang optimal (lebih jauh lagi buang2 duit dan tenaga). Sebab ke-khas-an karakter yang diharapkan muncul selama proses simulasi kerjasama berlangsung, malahan tidak muncul sama sekali lantaran semua peserta melakukan proses simulasi kerjasama dengan tidak serius. Hasilnya.. pada akhirnya setelah kembali ke tempat kerja.. kembali muncul permasalahan2 yang.. mereka sendiri menganggap ini masalah.. tapi gak tau sumbernya dari mana ya? Ya itu tadi seperti yang saya katakan.. lantaran “mapping” nya.. komposisinya masih belum pas. Sebab karakter yang seharusnya muncul selama proses simulasi kerjasama.. namun tidak muncul. Akibat dari tidak seriusnya para peserta outbound melaksanakan simulasi kerjasama tersebut, selama outbound berlangsung. Beberapa hal agar outbound yang dilaksanakan dapat menghasilkan hasil yang optimal. Diantaranya adalah..

Interview. Ini perlu dilakukan menurut saya untuk mendapatkan gambaran profil dari peserta outbound. Jangan sampe nantinya permainan super keras diterapkan kepada orang yang punya penyakit tertentu misalnya. Wah.. berabe bisa2. Selain itu juga agar instruktur tidak terkaget-kaget di lapangan manakala karakter asli dari peserta muncul, sedangkan karakter itu belum tentu disenangi oleh sang instruktur misalnya. Jadi udah ada semacam defend dulu agar gak terkaget-kaget (termasuk solusi bagaimana menanganinya).

Variasi permainan. Ini juga penting dan mesti disesuaikan dengan kondisi dan budget. (Bukan berarti simulasi kerjasama ini tidak bisa dimainkan di dalam ruangan loh pemirsa). Semakin pandai seorang instruktur merancang suatu permainan, yang dapat mensimulasikan kerjasama antar anggota tim, semakin besar kemungkinan keberhasilan dari outbound tersebut.

Keseriusan dan kesiapan peserta. Bila segala-galanya sudah bagus namun pesertanya tidak serius atau tidak siap, yang ada bisa2 hanya akan buang2 waktu dan tenaga saja.

Komunikasi. Saat outbound berlangsung, harapannya karakter yang biasa digunakan para peserta selama di tempat kerja, karakter itulah yang digunakan. Nantinya bisa jadi akan timbul konflik dan bisa jadi masalah dalam komunikasi. Nah.. ini akan menarik bila masih bisa dilakukan kompromi dari hasil komunikasi yang berlangsung.

Btw, bila dari hasil kompromi yang terjadi tidak mendapatkan hasil yang benar2 produktif, maka bisa jadi ada (satu atau lebih) karakter yang boleh dibilang kurang cocok untuk ditempatkan dalam tim. Untuk itulah perlu dilakukan perubahan karakter. Misal, yang tadinya pemarah harus dikurangi marah nya. Yang pendiam harus diajak atau diberi peluang untuk bisa mengungkapkan apa yang dianggapnya baik untuk tim. Dan bila terjadi perubahan berupa peningkatan produktifitas tim tersebut dari yang semula tidak produktif atau kurang produktif, maka karakter baru itulah yang ”stelan”-nya perlu digunakan dalam lingkungan kerja sehari-hari. Karena ”mapping” na boleh dikatakan udah ”pas”. Namun bila dianggap ada pemarah dan ada pendiam tapi tetap dianggap produktif. Malah justru sarannya adalah.. peliharalah sifat marah dari pemarah dan sifat pendiam dari si pendiam karena “mapping” nya udah pas. Aneh kan? Tapi ajaib, begitulah sarannya.

Gimana bila ternyata tidak berhasil pula dilakukan kompromi dari usaha untuk merubah karakter yang ada di dalam tim (yang mengakibatkan kurangnya produktifitas dalam tim)? Nah ini yang mesti dilakukan menurut saya. Personil yang memiliki karakter yang kurang cocok dalam tim tersebut lantaran tidak ditemukannya ”mapping” yang pas, mungkin bisa ditempatkan di tim yang lain yang lebih cocok untuknya (selain kemudian bisa di-training pelan2 agar karakternya bisa berubah ke arah yang diharapkan. Btw perusahaan sekelas General Electric melakukan hal itu kepada para karyawannya). Menurut saya seh seperti itu. Tapi terlepas dari suka atau tidak suka dari keputusan yang diambil, harapannya ke depan akan memberi keseimbangan dalam tim di kemudian harinya. Mungkin gak ada yang salah dan gak ada yang bener dari hasil keputusan tersebut. Seperti tidak ada yang salah tatkala ada istri cerewet dengan suami pendiam. Intinya bagaimana menemukan ”mapping” yang pas untuk tim. Cara yang berat dan mahal memang. Namun di luar negeri ini dianggap efektif ketimbang sekedar melakukan assessment. Assessment memang cara yang murah menurut saya. Namun boleh dibilang tidak.. atau setidak-tidaknya.. kurang adil. Coba pikir baik2. Istri cerewet dan suami pendiam tapi produktif. Istri oke dan suami oke namun gak produktif. Apa yang salah dari sebuah assessment? Namun assessment ini boleh dibilang masih bisa dipake, bahkan kepake banget daripada.. ribet! Orang di negeri impian kan sukanya yang gak ribet2. Sukanya yang murah2. Kalo perlu yang gratis2. Tul kan pemirsa?