Archive for February, 2009

Wafatkan Aku

Sunday, February 22nd, 2009

Ya Alloh Ya Tuhanku
Bilamana sampai akhir tahun ini
Saya belum juga bertemu dengan jodohku
Seseorang yang saya sangat menginginkannya
Untuk menjadi pendamping hidupku
Atau pun hal-hal yang mengarah kepada hal tersebut
Belum juga nyata kejelasannya
Saya memohon kepada Engkau
Wafatkanlah aku
Secara Husnul Khotimah
Bila hal tersebut memang lebih baik
Amin..

Ruang Dan Waktu Tidak Akan Pernah Cukup

Sunday, February 22nd, 2009

Bila memang pemirsa ingin saya mengungkapkan hal-hal yang memang saya perlu ungkapkan.. Saya akan coba ungkapkan. Namun percayalah pemirsa.. bahwa.. ruang dan waktu.. tidak akan pernah cukup.. untuk memenuhi keinginan nafsu.. yang termasuk didalamnya adalah.. prasangka dan fitnah..

Benar-Benar Tidak Tau Sama Sekali Jadwalnya Fulanah

Sunday, February 22nd, 2009

Ini terjadi saat saya masih kuliah S1, tepatnya beberapa hari sebelum sidang. Cuma saya agak lupa entah sidang untuk seminar ato skripsi. Saat itu saya sedang ngobrol dengan adik kelas saya di emperan jurusan tempat saya kuliah. Tiba-tiba ada seorang akhwat, ato.. mungkin bukan akhwat kali ya. Melainkan gadis yang make jilbab yang kuliahnya satu jurusan dengan saya dan kebetulan adik kelas saya. Ia bertanya kurang lebih “Mo liat jadwal-nya Fulanah ya?”. Entah saya merasa saat itu, hal itu lebih kepada nyelekit ketimbang pertanyaan. Maka dari itu saya tidak menjawabnya dan membiarkan saja gadis itu dengan pertanyaannya sambil melihatnya. Insya Alloh melihatnya dan tidak melototin dirinya ya. Fulanah (rasanya gatal sekali hati ini ingin menyebut namanya biar segala sesuatunya benar-benar jelas) merupakan akhwat favorit tidak hanya di jurusan saya saat itu. Melainkan.. se-fakultas karena dari mulai perangai, pengetahuan, keinginannya untuk menolong sesama dan termasuk kepandaiannya (dan juga kecantikannya kali ya) boleh dibilang di atas rata-rata. Bahkan menjadi favorit juga di jurusan dan fakultas lain (geleng-geleng kepala mode). Itulah mungkin yang menyebabkan gadis ini menyangka saat itu saya sedang menyelidiki apakah jadwal sidang saya sama dengan jadwal si Fulanah ini. Setelah puluhan tahun berlalu, wahai Ukhti.. saya akan jawab pertanyaan Anda di blog saya ini. Bila Ukhti ingin mengetahui kejelasan mengenai perasaan saya terhadap Fulanah ini, saya katakan saya bersimpati kepada Fulanah ini, namun belum berpikir untuk menikahinya, apalagi me-macari-nya. Dan mengenai Fulanah ini apakah jadwalnya barengan dengan saya ato tidak.. Demi Alloh SWT saya bersumpah.. saya tidak tau menahu bahwa si Fulanah ini sejadwal dengan saya sampai Ukhti bertanya yang demikian. Yang lainnya lagi.. yang ingin saya katakan.. saya sama sekali tidak pernah.. menginginkan diri saya disebut ikhwan! Walau saat saya kuliah seolah-olah banyak sekali yang menyebut saya demikian. Saya adalah Dodi dan akan menjadi seorang Dodi sampai kapan pun sesuai dengan nama yang diberikan orang tua saya kepada saya. Ada pun dulu mengapa saya menginginkan berada di pengajian adalah lantaran saya sangat ingin berada pada LINGKUNGAN YANG BAIK. Dah just it!!! Tidak berpikir ingin jadi ustad, pemimpin, berpartai (bahkan waktu dicanangkan tentang partai saja saya terkaget-kaget mengapa kok saya yang tadinya merasa ngaji asyik-asyik aja tiba-tiba kok harus jadi orang partai?). Bahkan saya sangat rela.. dan juga pernah mengatakan kepada salah seorang ustad.. saya rela ditempatkan di.. lapisan paling bawah kalau memang kufu saya di situ. Saya katakan saya tidak kuat menghafal.. namun saya senang sekali yang namanya belajar tahsin maupun agama. Bila yang lain sudah pandai menghafal dan mau dinaikkan misalnya.. tingkatannya.. silakan saja dan mohon saya ditransfer ke yang sama-sama baru mulai saja. Karena apa pemirsa? Karena untuk berada di LINGKUNGAN YANG BAIK.. adalah jauh lebih saya pentingkan ketimbang urusan politik dan tetek-bengek lainnya yang.. bagi saya bila hal-hal tetek-bengek itu ditanyakan kepada saya.. saya katakan saya benar-benar.. sangat.. bosan dan bahkan.. jij-ik.. dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih cocok saya sebut dengan sebutan.. nyelekit!

Diriku Saat Menjelang dan Usai Sidang Skripsi

Friday, February 13th, 2009

Bila pemirsa ingin tau kisah saya menjelang sidang skripsi.. maka.. inilah kisah saya. Saya ingat banget saat itu, saya masih sibuk di suatu partai. Juga di suatu pengajian. Boleh dibilang diantara sesama rekan saya, saya termasuk yang tersisa yang belum juga lulus-lulus. Yang lain udah banyak yang lulus. Bahkan angkatan yang lebih muda dari saya udah lulus duluan. Sibuk ngurusin partai.. tanpa bermaksud menyalahkan keberadaan partai tersebut saat itu tentunya. Juga demo-demo yang dilakukan gerakan mahasiswa. Benar-benar melelahkan. Akhirnya saya memutuskan untuk vakum dulu dengan semua itu. Fokus penuh pada skripsi saya. Dengan harapan suatu hari kalo urusan ini selesai, saya akan kembali lagi. Akhirnya pemirsa.. saya benar-benar hidup seperti “orang gua”. Ndekem terus di rumah selama dua bulanan. Telpon diputus oleh saya, TV mati, keluar rumah hanya klo mo makan doang. Termasuk hubungan dengan keluarga di Jakarta juga.. putus. Untuk saat itu saya juga gak mau disuruh-suruh ama ibu saya (maapin Dodi ya Ma.. I love You). Saat itu kebetulan saya juga ada barengannya yang kebetulan satu pembimbing. Namanya Dody Suria Wijaya. Disingkat Dody SW. Hmm.. di manakah gerangan kau sobat sekarang ini? Terakhir kali saya dengar engkau ada di Australia. Sekarang di mana? Kangen pisan abis-abisan. Suerr!!! (Btw saat itu masih juga ada yang mengkritik saat saya gak nongol2 di acara partai dengan mengatakan bahwa “ada yang lagi sibuk”. Percayalah.. saat itu saya memang sedang sibuk dan bukannya molor di rumah). Lanjut ke kisah.. dalam mengerjakan skripsi saya banyak dibantu dalam hal technical writing-nya oleh Dody SW ini. Makanya saya merasa benar-benar deh.. utang budi pada orang satu ini. Mirip Pak Kiki Maulana Adhinugraha (KMA) kalo saya bilang orangnya. Bila saya harus bertemu dengan orang lain, selain pembimbing saya, mungkin Dody SW inilah orangnya. Juga dengan pacarnya dia saat itu yang sekarang sudah menjadi istrinya. Saat-saat yang paling berkesan mungkin bagi saya adalah pas.. satu hari menjelang sidang skripsi. Saya ingat banget saya harus membawa semua perangkat yang saya butuhkan ke kosan Dody SW ini lantaran saya tidak mau ambil resiko dengan memakai perangkat di lab yang.. biasanya.. ada aja yang rusak. Baju sidang dan sebagainya juga saya bawa ke kosannya lantaran kosannya tuh lebih dekat ke kampus. Untuk masalah waktu pun saya gak mau ambil resiko. Saya ingat sekali sampai lewat tengah malam, sekitar jam dua-an pagi saya beserta Dody SW ini masih sibuk ngurusin copy-copy berkas yanig sekiranya diperlukan. Lantaran kami saat itu tidak tau apakah kami akan mendapat fasilitas proyektor.. ato OHP doank. Kami tidak mau ambil resiko sehingga kami pun menyiapkan slide transparan kalo2 saat itu kami ternyata harus pake OHP. Malam hampir pagi. Seingat saya hari itu hari Jumat. Dody SW saya lihat masih sholat Tahajud. Senang sekali saat itu saya bersama orang ini. Saya klo gak salah jadi ikut-ikut sholat tahajud padahal tadinya udah mo tidur aja. Capek banget bo! Paginya.. kami dandan keren banget menurut saya saat itu. Mirip pas saya dateng ke pernikahannya Ibu Kusuma Ayu Laksitowening (KAL) kali ya. Benar-benar keren, lebih keren dari yang nikah saat itu kaleee.. Kami bangga banget sepertinya saat itu. Apalagi.. ada yang ngasih semangat yaitu pacarnya si Dody SW saat itu. Wess.. rasanya tuh.. kayaknya kali ini perang akan kami menangkan. Begitulah rasanya. Tidak lupa saat itu saya seingat saya, pacarnya Dody SW ini menuliskan do’a berbahasa arab yang perlu kami baca di secarik kertas. Moga-moga apa yang kami usahakan berkah. Begitulah. Sidang kami lakukan. Begitu selesai sidang rasanya tuh, badan capek sekali. Bahkan saking capeknya ngangkat komputer pun hampir kayak gak kuat gitu. Malamnya benar-benar tidur.. pulas. Besoknya saya datang lagi ke pengajian. Kuatir karena sudah terlalu lama tidak hadir. Ngaji saat itu pun materinya berubah jadi ringan. Mungkin karena saat itu saya jadi “orang baru” lagi kali ya. Selesai saya ngaji, sebenarnya ada peristiwa yang sedikit saya sesalkan dan menjadi suatu yang agak menyakitkan mungkin ya bagi teman saya dan juga saya saat itu. Mungkin saking mereka senangnya bertemu saya, ada salah seorang rekan yang mengajak saya untuk makan-makan atas kelulusan saya. Percayalah pren.. kalian saat itu benar-benar dipentingkan benar-benar oleh saya. Karena apa? Karena bahkan.. ibu saya pun.. belum saya kasi tau kalo saat itu saya udah lulus sidang. Anda-Andalah saat itu yang saya beritahu pertama kali karena saya kuatir kalo Anda-Anda kuatir tentang saya. Itulah mengapa saya saat itu berkata bahwa setelah ngaji, saya menginginkan untuk langsung pulang ke Jakarta karena saya.. benar-benar.. amat rindu sekali.. pada ibu saya. Namun karena teman sepengajian ada yang terus memaksa.. akhirnya keluarlah kata-kata saya yang mungkin saat itu agak kasar. Itu pun direkam oleh Bos saya dan mencuat pula pada konflik beberapa bulan kemudian. Yang saya sesalkan.. ya itu tadi. Seperti tidak mau mendengar apa yang semula saya jelaskan padahal saya sudah berusaha untuk mencoba mengerti.. tapi.. masih saja selalu.. salah..

Membandingkan Balita dengan Kakek

Sunday, February 8th, 2009

Bagaimana menurut pemirsa, bila pemirsa diberi tugas untuk membandingkan, antara balita dengan seorang kakek? Apa yang bisa dibandingkan? Apakah pemirsa akan melihatnya begitu saja dan mempersepsikan bahwa si balita sudah pasti lebih payah daripada si kakek? Atau berusaha mencari tau parameter apa yang digunakan untuk membandingkan? Misal.. mana yang kemungkinan umurnya akan lebih panjang? Ato.. mana yang pengalamanannya lebih banyak? Saya mulai artikel ini dengan analogi seperti cerita di atas lantaran.. baru-baru ini saya membaca di suatu media komunitas online, sepertinya seseorang membandingkan antara departemen tempat saya bekerja.. yang relatif masih baru umurnya.. dengan departemen lain yang.. umurnya relatif jauh lebih lama. Saking lamanya.. sampai-sampai pernah ada yang menjadi kajur di departemen saya yang bekas mahasiswa yang pernah kuliah di departemen yang lama tersebut. Bila ada orang yang mencoba membanding-bandingkan, saya seh cuma berharap agar dalam membandingkan tersebut, ia cukup bijak.. untuk mengungkapkan suatu penilaian. Kecuali kalau orang tersebut hanya mo mengungkapkan kasus per kasus yang pernah ia alami.

Barang Mahal? Ato Barang Bagus?

Saturday, February 7th, 2009

Kisah ini terjadi pada hari Sabtu. Saat itu saya sedang mo ke mesjid dulu sebelum pergi ke Jalan Merdeka, Bandung. Ketemu sama mahasiswa saya yang kebetulan memang ia melambaikan tangan untuk menegur saya. Kayaknya seh anak kerohanian lantaran make celananya agak ngatung seperti kebanyakan ikhwan. Sebenernya saya agak malas seh ngobrol dengan ne anak. Pasalnya pernah beberapa hari yang lalu ia berkata bahwa ia ingin ketemu dengan saya jam 13 untuk assessment seminar TA (Tugas Akhir), tapi pas saya tunggu saat jam itu.. ne anak gak dateng-dateng juga. Ia berjalan bareng saya ke mesjid dan ia bertanya kenapa kok saya ada di kampus, kenapa gak naik sepeda kan biasanya klo Hari Sabtu saya naik sepeda. Saya jawab bahwa hari itu saya mo pergi ke kota mo beli isi pulpen. Lalu mahasiswa ini seakan menerka tentunya pulpen saya adalah pulpen mahal. Mahal? saya bertanya dalam hati mengenai kata.. “mahal” tersebut. Saya katakan saja saat itu bahwa itu bukan pulpen mahal, cuma kebetulan.. mencari isinya kayaknya hanya ada pada tempat-tempat tertentu saja. Saya pun pamit minta diri karena saya mo sholat Dzuhur dulu. Dia pun bilang bahwa ia mo ke lantai dua mesjid. Begitulah lalu kami berpisah. Di artikel ini saya ingin melanjutkan apa yang ada di benak saya mengenai kata.. “mahal” tersebut. Jujur saya katakan.. saya tidak suka “barang”.. mahal. Saya sangat suka yang namanya.. “barang”.. bagus. Bila ada barang bagus dengan harga murah, ketimbang barang bagus dengan harga.. mahal.. tentunya saya akan memilih barang bagus dengan harga.. murah. Bila pun ada barang bagus dengan.. harga.. murah.. Tentunya proses pencariannya bener-bener.. sulit alias seru alias.. menantang! Cuma sayangnya terkadang.. orang rela mengeluarkan duit lebih untuk barang bagus.. asal barang itu mudah ditemukan.. sehingga ia tidak perlu yang namanya.. buang-buang.. “waktu”.. untuk mendapatkannya. Saya termasuk tidak suka terhadap yang namanya.. “masalah”.. tatkala saya sedang bekerja.. dan masalah tersebut kemudian mengganggu proses penyelesaian pekerjaan saya. Dan itulah mengapa saya sangatlah berusaha.. untuk memiliki.. yang namanya barang bagus.. agar terhindar dari berbagai permasalahan.. saat menggunakannya. Dan insya Alloh.. saya bukanlah jenis.. orang.. yang suka pamer.. meski seakan sudah ada orang mengatakan.. seakan saya tuh.. suka pamer. Bener-bener belum berubah juga rupanya ne kelompok. Pantes aja senjata andelannya.. fatwa.. Asal jangan setelah orang disuruh ndukung lalu.. setelah ngerasa gak dibutuhin.. lalu.. diusir. Capek dueh!

Hubungan Cepet Nikah dengan Punya Motor

Saturday, February 7th, 2009

Ini terjadi saat malam Ahad, saat saya pulang dari kantor sehabis nyortir data anak waliku. Hari hujan, dan kebetulan saya tidak bawa payung, jas termasuk kendaraan. Cuma karena saat itu saya ingin sekali cepet sampe rumah.. ya wess.. tebas aja mo hujan blon brenti sekalipun. Kebetulan saya pas naik angkot ketemu dengan mantan mahasiswa saya yang sudah lulus. Sebenernya ada pertanyaan dari mantan mahasiswa ini yang terkait dengan judul artikel ini. Apa hubungannya.. antara cepet nikah.. dengan punya motor? Klo menurut saya mah, gak terlalu berhubungan kali ya meski mungkin aja ada hubungannya. Tapi bagi orang nyelekit seh.. mungkin berhubungan kali ya.. Mantan mahasiswa ini bertanya pada saya sambil cengengesan.. apakah saya udah berkeluarga? Saya jawab bahwa saya masih mencari sampai kini dan masih ditolak terus. Saya sendiri masih tenang-tenang saja karena bagi saya yang penting saya bisa survive dan tidak menyusahkan orang lain. Begitu kira-kira pemirsa.. Lalu dia bertanya lagi.. kenapa saya gak beli motor? Tentunya sambil cengengesan.. Saya jawab.. saya sudah punya kendaraan mobil dan kebetulan saya taro di rumah alias gak saya bawa. Lalu mantan mahasiswa ini bilang.. “Wess!”. Saya bertanya-tanya dalam hati.. “Wess?” Apanya yang.. “Wess?” Perasaan.. saya mengatakan apa adanya dan gak ada yang berlebihan. Bila ia mo nanya apakah itu mobil harta warisan ato saya beli sendiri.. saya dengan senang hati mengatakan itu hanyalah harta warisan dan saya gak akan mampu beli sendiri mengingat gaji saya gak besar-besar amat. Namun saya masih percaya sama yang namanya Alloh SWT bahwa Dia-lah yang sesungguhnya memberi rezeki pada mahluk-Nya. Dulu pun pernah rekan kerja saya bertanya pas jam makan siang dengan pertanyaan seperti itu dan saya menjawab bahwa itu adalah warisan. Selesai.. tidak ada yang berlebihan.. dan alhamdulillah sepertinya teman saya itu bertanya dalam arti bertanya tanpa maksud nyelekit dan saya rasa jawaban saya sangat memuaskan dia karena saya pun tidak bermaksud mengada-ngada. Begitulah pemirsa.. ceritanya..

Rasanya Memang Lebih Sakit

Saturday, February 7th, 2009

Bila orang nyelekit ke saya, mungkin udah sering kali ya. Penanganannya juga relatif lebih mudah sepertinya. Namun bila ternyata yang nyelekit itu adalah orang yang saya sukai, sepertinya.. rasanya agak.. lebih sakit dari biasanya. Namun tatkala saya hendak mengucapkan.. wa alaikum.. tiba-tiba saja saya berhenti dan tidak jadi mengatakan hal itu karena.. khawatir kalau orang yang saya sukai tersebut.. mengalami hal yang dapat membahayakan dirinya di kemudian hari. Hmm.. ternyata menyukai seseorang itu.. benar-benar berat ya. Karena segala hal yang menyakitkan jadi.. lebih sakit rasanya. Sebenernya yang saya takutkan adalah.. kalau saya menjadi orang yang terkena penyakit.. “disakiti malah kesenengan”. Gaswat kalo sampe kena penyakit kayak gitu. Moga-moga aja gak begitu alias.. menjadi lebih sabar tatkala berhadapan dengan orang yang saya sukai.

Saya Menyukai Angka Tujuh Puluh

Thursday, February 5th, 2009

Bilamana ada yang mencoba menerka mengenai apa yang saya inginkan.. atau pun.. menebak-nebak mengenai jati diri saya.. Maka saya katakan bahwa.. saya menyukai angka tujuh puluh.. dan saya menginginkan untuk berada pada kisaran angka tujuh puluh tersebut. Semoga mendapatkan pencerahan. Wallohu alam.. [semedi mode]

Pilih “Dia” Atau “Dirinya”

Thursday, February 5th, 2009

Bilamana saya ditanya oleh seseorang.. mana yang saya pilih.. “dia”.. atau “dirinya”.. Maka akan saya jawab.. cukuplah Alloh SWT untuk diri saya. Bilamana ditanyakan apakah ada wanita yang saya inginkan? Maka saya akan menjawab.. kalau ingin menikahi seseorang.. sudah ada seorang wanita yang.. benar-benar.. saya.. sangat-sangat-sangat ingin sekali menikahi wanita tersebut. Bilamana saya ditanya.. apakah saya yakin dengan pilihan saya tersebut. Maka akan saya jawab.. bila berhasil menikahi atau pun gagal menikahi wanita tersebut.. akan muncul pertanyaan baru. Bilamana berhasil.. pertanyaannya adalah.. apakah yang saya lakukan ini sudah benar? Apakah dalam perjalanannya kemudian.. akan baik-baik saja? Bilamana gagal.. pertanyaannya adalah.. apakah saya mampu bersabar? Apakah saya tidak mengalami trauma terhadap kegagalan yang berulang kali terjadi? Apakah saya akan mampu bertemu dengan yang lebih baik lagi? Apakah selama ini saya salah? Semoga mendapatkan pencerahan. Saya berlindung kepada Alloh SWT Yang Maha Perkasa terhadap semua permasalahan yang saya hadapi. Wallohu alam.. [semedi mode]