Archive for November, 2016

Aksi Damai 4 November, Studi Antara Yang Pro dan Yang Kontra Menggunakan Google Trend

Wednesday, November 16th, 2016

Banyak spekulasi di media massa mengenai apakah aksi damai 4 November 2016 merupakan representasi dari apa yang diinginkan kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama kaum muslim. Juga banyak spekulasi yang menganalisa apakah aksi damai 4 November 2016 bermuatan positif atau tidak, dalam arti benarkah hal itu merupakan aksi damai yang sebenar-benarnya. Sehingga bukan ada maksud lain yang negatif, seperti hendak melakukan kudeta misalnya.

Saya lebih suka berbicara tentang data, yang saya coba analisa melalui Google Trend. Mulai dari menganalisa berapa banyak yang pro (mendukung) dan yang kontra (menolak) terhadap aksi damai 4 November 2016. Sehingga harapannya dapat diketahui apakah aksi damai 4 November 2016 merupakan representasi yang benar-benar murni dari keinginan rakyat Indonesia, khususnya umat Islam atau tidak.

Selain itu, perangkat Google Trend ini juga saya gunakan untuk mengetahui apakah cara pandang kebanyakan masyarakat Indonesia dalam memandang aksi damai 4 November 2016 sebagai hal yang positif atau tidak.

Pertama-tama saya akan memilih 2 terminologi berupa kata yang sering digunakan tatkala masyarakat Indonesia hendak melakukan unjuk rasa. Keduanya pada dasarnya memiliki makna yang sama, namun yang satu bermakna positif yang artinya memiliki kecenderungan konstruktif, sedangkan yang lain bermakna negatif yang artinya memiliki kecenderungan destruktif.

Kata pertama yang saya ambil yaitu “aksi damai“, sedangkan kata yang kedua adalah “demonstrasi”. Query saya lakukan pada tanggal 13 November 2016.

Tatkala kata pertama saya padukan menjadi “aksi damai 4 November 2016” pada query di Google Trend untuk wilayah Indonesia, maka hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sebaran Statistik Query Kata Kunci Aksi Damai 4 November

Terlihat arsiran daerah-daerah yang memiliki ketertarikan pada kata kunci yang saya masukan sebagai query di Google Trend, menunjukkan wilayah Jawa secara keseluruhan tertarik pada isu tersebut. Termasuk daerah Nusa Tenggara. Begitu pula sebagian daerah Sulawesi, sebagian daerah Kalimantan, dan juga sebagian daerah Sumatera. Bahkan arsiran cukup tebal yang menunjukkan ketertarikan yang amat sangat pada isu tersebut terlihat pada Sulawesi, Sumatera baru terakhir diikuti oleh Jawa.

Lalu, tatkala kata kedua saya padukan menjadi “demonstrasi 4 November 2016″ pada query di Google Trend untuk wilayah Indonesia, maka hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sebaran Statistik Query Kata Kunci Demonstrasi 4 November

Terlihat arsiran hanya ada di daerah-daerah Jawa, sebagian daerah Sumatera dan sebagian daerah Kalimantan. Nusa Tenggara dan bahkan Kalimantan, tidak memiliki ketertarikan akan isu yang yang direpresentasikan oleh kata kedua.

Sehingga dapat disimpulkan, arsiran muncul, bahkan dengan sebagian ketebalan yang cukup besar, justru lebih banyak direpresentasikan untuk kata pertama, yaitu “aksi damai” ketimbang kata kedua, yaitu “demonstrasi”. Dari sini saya bisa menyimpulkan bahwa aksi damai 4 November 2016 merupakan murni representasi dari keinginan kebanyakan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam.

Yang lainnya lagi, dapat saya simpulkan dari penggunaan perangkat Google Trend tersebut, bahwa cara pandang kebanyakan masyarakat Indonesia, melihat apa yang terjadi pada tanggal 4 November 2016 di Jakarta adalah sesuatu yang memiliki nilai yang positif, dalam arti konstruktif. Bukan sebaliknya.

Semoga analisa saya ini dapat memberi angin segar bagi masyarakat Indonesia, juga kepada TNI, termasuk di dalamnya panglima TNI, dalam memandang aksi damai 4 November 2016. Amin.

Kemenangan Trump, Kemenangan Sains Atas White Voter (Massa Mengambang)

Monday, November 14th, 2016

Sebenarnya saya tidak terlalu tertarik dengan pemilihan presiden Amerika tahun 2016. Saya masih lebih suka tatkala Barack Obama mencalonkan diri sebagai presiden Amerika.

Namun, terlepas dari itu semua, banyak pihak mempertanyakan, apakah perhitungan pemilu presiden Amerika 2016 valid? Saya katakan YA, itu VALID. Pertanyaan seperti itu muncul lantaran banyak survey mengatakan bahwa electoral vote dari Hillary lebih tinggi dari Trump, namun dalam kenyataannya, Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika 2016.

Sebenarnya bagi saya pribadi, Trump menang satu dan kalah satu. Sebab, setelah kemenangannya ini, dia harus bertempur dengan perang sebenarnya, yaitu perang melawan “ketidakpercayaan” rakyatnya sendiri di Amerika, yang notabene memiliki andil besar untuk mengarahkan kebijakan politik Amerika.

Kemenangan Trump lebih karena kepiawaiannya dalam mencari peluang secara statistik. Bukan untuk meraih kemenangan dalam arti yang sesungguhnya.

How Trump gains electoral vote

Sumber: http://tinyurl.com/jmsgdm3

Gambar tersebut diambil dari suatu situs, di mana Trump berusaha berkampanye di daerah-daerah yang masyarakatnya masih belum condong ke mana pun. Maksudnya, Trump berusaha menarik simpati para white voter (massa mengambang) agar mendukung dirinya. Tidak perlu meraih suara sebanyak-banyaknya. Cukup bagaimana caranya agar bisa mengalahkan electoral vote milik Hillary.

Sebenarnya ini adalah suatu cara tradisional yang sudah sejak lama dilakukan di Indonesia. Sebagai contoh, baru-baru ini, seorang peserta pilkada di Indonesia, berusaha menarik simpati massa mengambang di kepulauan seribu (dan akhirnya dinon-aktifkan dari jabatannya sementara lantaran kunjungannya dianggap menuai masalah). Yang menarik, ternyata teknik ini digunakan oleh seorang miliarder sekaliber Trump. Padahal menurut saya, Trump memiliki banyak sumber daya untuk memberikan pendidikan dan pemahaman politik kepada konstituennya daripada memilih cara-cara semacam itu.

Bila kita coba renungkan kondisi berikut ini, misalnya si peserta pilkada tersebut akhirnya mendapat suara sebesar 51% (dari keseluruhan perolehan suara) lantaran dukungan masyarakat dari kepulauan seribu, sedangkan kandidat lain memperoleh suara sebesar 49% yang notabene tinggal di DKI Jakarta, dan akhirnya ia menang pilkada. Maka akan memunculkan pertanyaan ironis semacam ini (tanpa bermaksud membeda-bedakan apa yang menjadi hak seorang warga negara), “Sesungguhnya masyarakat manakah yang notabene memiliki peran terhadap perkembangan atas DKI Jakarta? Apakah yang tinggal di kepulauan seribu, ataukah yang tinggal di DKI Jakarta?”.

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu yang harus dijawab oleh Trump, termasuk oleh peserta pilkada yang menggunakan teknik semacam itu.

Yang jelas, tindakan represif sama sekali tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Termasuk tindakan pembungkaman berpendapat.

Turut Berduka Atas Musibah yang Menimpa Para Ustad pada Aksi 4 November 2016

Monday, November 7th, 2016

Saya yakin para ustad yang turut berdemo pada tanggal 4 November 2016, adalah para ustad yang memahami benar bagaimana cara mengeluarkan pendapat dengan cara yang baik.

Menjadi sesuatu yang sangat saya sesalkan, tatkala saya mendengar adanya jatuh korban, justru di antara mereka adalah para ustad yang masyarakat kenal betul bagaimana sosok mereka, baik dalam kesehariannya, maupun kontribusi mereka pada kemajuan umat, khususnya umat Islam.

Terlepas dengan apa yang terjadi pada tanggal 4 November 2016, saya berharap agar semua pihak bisa menahan diri, sehingga siapa provokator yang menjadi otak kerusuhan pada tanggal 4 November 2016 lalu dapat terungkap.

Kemenangan Tanpa Jiwa

Wednesday, November 2nd, 2016

Pada masa sekarang, di mana penghargaan diberikan kebanyakan orang manakala hal-hal yang secara materi dapat dihitung sebagai keuntungan, sering menjebak kebanyakan kita untuk meraih apa yang kita inginkan tanpa mengindahkan hal-hal yang sifatnya abstrak. Hal-hal yang abstrak di sini, bisa terkait pada cara kita untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.

Kadang, bahkan sering, kita seolah-olah terpaksa melakukan hal-hal yang tidak santun, cara-cara yang tidak halal, agar kita bisa meraih apa yang kita inginkan asalkan hal itu bisa dilakukan dengan cepat dan mudah.

Pernah suatu kali saya bertanya kepada mahasiswa di kelas, bila mereka ingin cara yang cepat dan mudah, apakah mereka bersedia menjadi cyborg (manusia robot), di mana pengetahuan dan kemampuan ditransfer dengan sebuah alat yang ditancapkan ke kepala mereka. Dengan cara tersebut, mereka tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak halal misalnya, karena semua pengetahuan dan kemampuan yang mereka inginkan dapat diperoleh dengan cara yang cepat dan mudah.

Saya yakin, sebesar apa pun keinginan kita akan sesuatu hal, tidak membuat kita berkeinginan untuk mengubah diri kita menjadi cyborg. Sebab, bila cyborg memenangkan sesuatu atas manusia, meski dengan cara yang cepat dan mudah, kemenangan semacam itu adalah kemenangan tanpa jiwa.

Jiwa yang Menang

Apakah kita selama ini telah memenangkan banyak kemenangan sebagai seorang manusia? Saya yakin masing-masing kita sendirilah yang dapat menjawabnya.

Semoga kita bisa meraih kemenangan sebagai seorang manusia yang sejati. Amin.