Posts Tagged ‘Politikus’

Merugikan Diri Sendiri

Monday, August 6th, 2012

Suatu hari ada mahasiswa perwalian saya yang berencana mengambil COOP. Saya bertanya mengapa dirinya tidak mengambil KP? Lalu si mahasiswa menjawab bahwa COOP adalah gantinya KP. Saya bertanya balik, benarkah demikian? Si mahasiswa mengiyakan dengan sangat yakin. Lalu saya mengijinkan pengambilan SKS tsb. Namun ia harus bertanggungjawab atas apa yang ia lakukan. Yang penting bagi saya adalah.. saya sudah mengingatkan.

Kira-kira setahun kemudian, si mahasiswa datang lagi kepada saya sambil meminta tolong mengenai kekurangan SKS-nya. Karena ternyata, COOP tidak diakui SKS-nya. Ya saya hanya menjawab, kalo kamu kekurangan SKS, ya aturannya adalah harus mengambil MK yang lain untuk menutupi SKS yang kurang. Misalnya mengambil MK pilihan.

Sewaktu sidang akademik, ada dosen bercerita tentang.. betapa dirugikannya si mahasiswa akibat kekurangan SKS-nya. Saya tau dosen ini bercerita tentang apa. Dan saya tau sekali klo si dosen ini tidak tau duduk perkaranya.

Dari cerita di atas, ada satu hal yang saya sesalkan. Si mahasiswa tidak bercerita dengan jujur tentang kronologis sebenarnya. Bahwa dirinya turut andil dalam “merugikan dirinya sendiri”. Saya tau siapa orangnya. Namun saya pesimis sifatnya berubah. Karena DARI DULU memang kelakuannya seperti ini. Bercerita hanya sebagian, menyembunyikan sebagian yang lain. Yang pada akhirnya menimbulkan fitnah di mana-mana.

Mungkin orang seperti ini berpikir bahwa ia telah menang dengan merugikan orang lain dengan kisah-kisah palsunya. Namun percayalah pemirsa. Orang ini.. sesungguhnya.. telah merugikan dirinya sendiri!

NB: Mencontoh orang yang bercita-cita jadi politikus kali ya

Antara Politikus dan Negarawan

Wednesday, May 11th, 2011

Negeri impian ini memiliki banyak
politikus. Bahkan seakan banyak orang berangan-angan bisa menjadi politikus. Namun tatkala hendak dicari seorang negarawan, seperti sesuatu yang sangat sulit dilakukan. Saya sendiri banyak bertemu dengan orang-orang yang sangat gemar berorganisasi. Terutama tatkala saya masih mahasiswa. Bahkan ada pula yang seakan-akan “menunjukkan” bahwa dia adalah seorang yang sangat aktif berorganisasi alias aktivis. Terutama organisasi di tingkat mahasiswa. Namun penilaian saya terhadap wawasan seseorang tidaklah terpaku pada keaktifannya berorganisasi. Ada yang “sangat aktif” berorganisasi, namun saya menilainya sebagai orang yang berwawasan sempit. Wawasan sempit? Mengapa demikian? Karena dari cara orang tersebut bernegosiasi dengan saya, saya bisa menilai apakah orang tersebut lebih banyak main otot atau main otak. Namun di sini saya tidak bermaksud menyalahkan orang yang “sangat gaul” tersebut. Mungkin memang “kelas”-nya seperti itu. Bila orang tersebut bercita-cita ingin menjadi seorang politikus yang populer, mungkin cocok. Tapi tidak untuk menjadi seorang negarawan. Seorang negarawan pastilah memiliki kemampuan kehumasan yang baik. Bagaimana ia bernegosiasi dengan banyak orang, tentunya tidak dengan mengandalkan “otot” semata. Mereka dihormati banyak orang, dari dalam hati yang bersih. Bukan sebatas lantaran mereka populer. Sedangkan penghormatan kepada seorang “politikus’, bisa jadi hanyalah sekedar dilakukan untuk memenuhi “kewajiban” saja. Dihormati dengan kepalsuan, membuat orang-orang seperti ini menjadi orang yang perlu dikasihani.