Posts Tagged ‘Menjijikkan’

Merasa Mampu Melakukan Terawang

Saturday, May 21st, 2011

Pemirsa, apakah Anda dapat mengetahui profil orang tua Anda tentang apa yang dilakukan oleh mereka selama 24 jam? Atau sebaliknya, mampukah orang tua Anda mengetahui profil Anda tentang apa yang Anda lakukan selama 24 jam? Baru-baru ini saya mengalami kasus ada orang yang sama sekali tidak memiliki kekerabatan dengan saya, namun merasa dirinya mampu mengetahui profil diri saya tentang yang saya lakukan selama 24 jam :) Bagi saya sangat menjijikkan sekali. Terakhir kali tatkala saya berbicara dengan rekan saya, saya melihat orang ini seperti mengamat-amati saya. Saya rasa wajar orang seperti ini melakukan hal ini. Dia merasa benar. Memiliki persepsi sempit tentang diri saya dan dia ingin membuktikan persepsi itu dengan terus mengamat-amati diri saya. Selama bukti tersebut belum dia dapatkan, selama itu pula dia akan terus mengamat-amati :) Cita-citanya mungkin ingin jadi Paparazzi kali ya [lol mode]. Mau tau pemirsa penilaian saya terhadap orang ini? Jawabannya adalah… SANGAT MENJIJIKKAN!!!

Antara Logika dan Popularitas

Wednesday, May 11th, 2011

Pernahkah pemirsa berlogika? Atau dengan kata lain, pernahkah menghadapi sesuatu yang pemecahan solusinya harus dengan melakukan sesuatu yang rasional? Pertanyaan saya yang lain, apakah orang-orang yang populer sekarang ini sangat pantas untuk dijadikan panutan? Ataukah kepopuleran mereka sangat pantas diterima logika ketimbang sekedar emosional belaka? Saya cuma ingin mengatakan bahwa… saya merasa tidak perlu untuk menjadi populer tatkala berlogika. Dan tatkala logika saya harus memutuskan sesuatu… tidaklah saya merasa perlu terhadap keputusan yang saya ambil tersebut, untuk menjadi suatu keputusan yang populer, dan mempopulerkan saya. Harapan untuk populer semacam itu hanyalah pencapaian yang bersifat emosional, sesaat, dan berakhir dengan penyesalan. “Penyesalan”… sebuah kata yang telah banyak orang menjadi korbannya, namun seakan banyak orang “meminta” untuk menyesal. Bila suatu popularitas perlu saya raih, bisa jadi lebih karena saya menganggapnya sebagai “perangkat bantu” yang perlu saya gunakan untuk sesuatu yang lebih pantas disebut sebagai… keteladanan. Dan juga saya tidak perlu harus menyewa “fans bayaran” agar fans saya terlihat banyak, seperti yang dilakukan oleh para artis kebanyakan :)

Antara Preman dan Enterpreneur

Wednesday, May 11th, 2011

Saya yakin pemirsa mengenal istilah “preman” dan “enterpreneur”. Sekarang ini mulai banyak orang berangan-angan untuk bisa menjadi seorang enterpreneur. Cita-cita yang sangat bagus menurut saya. Namun, bila ternyata karakter yang dimiliki orang tersebut lebih mendukung untuk menjadi bukan seorang enterpreneur, bisa jadi cocoknya memang begitu adanya. Yang saya pahami mengenai para enterpreneur yang sukses, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang “pandai mencari celah”. Celah di sini dapat diartikan sebagai suatu kesempatan. Lainnya lagi, mereka juga berusaha untuk bisa berada pada kondisi yang strategis ketimbang operasional melulu. Bila yang diusahakannya mengalami halangan, tidak segan-segan mereka mengambil jalan memutar… atau menunggu… hingga ada kesempatan yang paling tepat untuk bisa mewujudkan apa yang menjadi tujuannya. Mencari celah… adalah berbeda dengan memaksa atau ngotot. Malah penilaian saya pada orang-orang yang senang memaksa atau ngotot, sebagai orang yang perlu mendapat rasa kasihan. Kasihan… karena orang tersebut terlihat demikian menjijikkan di mata saya. Mencari celah lebih banyak menggunakan akal. Sedangkan si pemaksa atau si pengotot… lebih banyak menggunakan otot. Setau saya, orang yang senang main otot, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang dekat dengan dunia premanisme. Termasuk para preman tentunya. Masih lebih mending menjadi mafia sekalian, seperti layaknya godfather. Namun seorang godfather pun, bila saya perhatikan, sangat jauh pembawaannya dari tampilan sebagai seorang yang… pemaksa. Banyak orang memaksa sesuatu agar ia berhasil mencapai tujuannya. Namun banyak sekali dari mereka merasa hampa terhadap apa yang kemudian berhasil mereka raih. Karena berbagi hidup didapatkan dengan cara berbagi. Bukan dengan cara dipaksakan.